“ PERKEMBANGAN
ANAK USIA DINI ”
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik semester dua yang diampu oleh Bapak Arifin Muslim M,Pd dan Tri
Yuliansah Bintaro S,Pd
Disusun oleh :
1.
Mila Awinda Iftiana 1101100109
2.
Gerandin
Mutiara Sadewa 1101100115
3.
Nia Nur
Agustin 1101100127
4.
Andika Wahyu Satria 1101100148
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan merupakan suatu
perubahan yang berlangsung seumur hidup dengan bertambahnya struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan
bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Ciri-ciri perktumbuhan dan
perkembangan anak antara lain, menimbulkan perubahan, berkolerasi dengan
pertumbuhan, memiliki tahap yang berurutan dan mempunyai pola yang
tetap.Perkembangan tersebut meliputi perkembangan Fisik,Intelektual,Bahasa,Sosial-Emosional.Seorang anak
pada usia dini dari hari ke hari akan mengalami perkembangan,perkembangan tersebut berlangsung secara cepat dan sangat berpengaruh
terhadap perkembangannya selanjutnya.Namun tentunya tiap anak tidak sama
persis pencapaiannya, ada yang benar-benar cepat
berkembang ada pula yang membutuhkan waktu agak lama.Tidak semua anak usia dini mengalami perkembangan secara normal,banyak
kendala/permasalahan di dalam perkembangannya yang di sebabkan oleh beberapa
faktor.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar
belakang tersebut, dalam makalah ini kami dapat
merumuskan menjadi
beberapa rumusan masalah, yaitu :
beberapa rumusan masalah, yaitu :
1.Pengertian anak usia dini secara umum.
2. Tahap perkembangan anak usia dini bahasa secara umum.
3. Permasalahan di dalam perkembangan anak usia dini.
3. Permasalahan di dalam perkembangan anak usia dini.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan.
C.
Tujuan
1.
Mengetahui Jenis –jenis
perkembangan anak usia dini.
2.
Mengetahui tahap perkembangan
anak usia dini.
3.
Mengetahui Permasalahan dalam
perkembangan anak usia dini.
4.
Mengetahui sebab munculnya perkembangan
anak usia dini.
5.
Mengetahui faktor-faktor
perkembangan anak usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Permasalahan Perkembangan Fisik Anak Usia Dini
A.
Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia
dini merupakan anak yang berada pada usia 0-6 tahun.. Usia dini merupakan usia
yang sangat penting bagi perkembangan anak sehingga disebut golden age. Anak
Usia Dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat,
baik fisik maupun mental. Anak Usia Dini belajar dengan caranya sendiri. Bila ditinjau
dari hakikat anak usia dini, maka anak memiliki dua aspek perkembangan yaitu
biologis dan psikologis. Pada anak usia dini terjadi perkembangan otak sebagai
pusat kecerdasan terjadi sangat pesat. Selain itu, organ sensoris seperti
pendengar, penglihatan, penciuman, pengecap, perabaan, dan organ keseimbangan
juga berkembang pesat (Black,J. et all, 1995:Gesell, A.L. &Ames, F.1940)
B.
Perkembangan
Kemampuan Fisik
Pada usia
ini anak menunjukkan keingintahuan yang besar dan aktif. Dia bisa mengatur
gerakan badannya dengan lebih baik dan lebih luwes. Anak juga bisa berjalan
jinjit mundur dan berjalan mundur dengan tumitnya. Dia juga bisa berlari dengan
cepat, meloncat, berlari dengan satu kaki. Anak pada sia ini sudah bisa mencuci
tanganya sendiri tanpa membasahi bajunya, berpakaian dan mengikat tali
sepatunya sendiri. Koordinasi motorik yang baik berkembnag smapai si anak dapat
mencontoh segitiga dan belah ketupat. Mereka mulai dapat menulus beberapa huruf
dan angka dan menuliskan namanya dengan benar. Anak juga dapat menggambar benda
hidup.
C.
Penyebab
Anak Cacat Fisik
1.
Peristiwa kelahiran
Di negara
sedang berkembang, penyebab cacat mental yang utama adalah kerusakan pada otak
saat kelahiran. Kehamilan yang tidak di control, bimbingan persalinan yang tidak
tepat, bantuan persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai
banyak mengakibatkan kerusakan pada otak anak.
1.
Infeksi
Anak
menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis, encephalitistu
berkulosis, dan lain-lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan
otak akibat penyakit-penyakit tersebut menderita deficit neorologikdan cacat
mental
2.
Malnutrisi berat
Kekurangan
makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu partumbuhan dan fungsi susunan
syaraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi pada kelompok ekonomi lemah.
3.
Kekurangan yodium
Kekurangan
yodium dapat mempengaruhi perkembangan mental anak, termasuk salah satu
penyebab cacat mental. Untuk mengenal anak cacat mental secara dini, beberapa
gejala ini dapat dijadikan indicator.
4.
Terlambat memberi reaksi
Gejala-gejala
ini dapat diamati pada saat minggu-minggu pertama kehidupan anak. Antara lain;
lambat memberi senyum jika anak diajak tertawa atau digelitik. Anak tidak
memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat jika dirangsang dengan gerakan
tangan kita. Bagi anak yang sehat, bola matanya akan mengikuti gerakan tangan
kita. Bagi anak yang sehat, bola matanya akan mengikuti gerakan tangan tersebut
kekiri atau kekanan. Begitu juga terhadap bunyi-bunyian, anak yang sehat akan
tersentak, terkejut, membesarkan bola mata, dan berusaha mencari suara
tersebut. Sebaliknya anak cacat mental akan terlambat bereaksi terhadap
bunyi-bunyian, seolah-olah tergantung pendengarannya. Anak cacat mental juga
lambat mengunyah makanan, sehingga ia seringkali mengalami gangguan.
5.
Memandang
tangannya sediri
Bayi yang
berusia antara 12-20 minggu bila berbaring sering memperhatikan gerakan
tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini masih terlihat walaupun
usianya sudah lebih tua dari 20 minggu.
6.
Memasukkan benda ke mulut
Kegiatan
memasukkan benda ke dalam mulut merupakan aktifitas yang khas untuk anak usia
6- 12 bulan. Anak cacat mental masih suka memasukkan benda atau mainan ke dalam
mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2 atau 3 tahun.
7.
Kurang perhatian dan kurang
konsentrasi
Anak cacat
mental kurang memperhatikan lingkungan sekitar. Perhatiannya terhadap mainan
hanya berlangsung singkat saja. Malahan seringkali tidak mengacuhkan
kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi mainan, ia kurang tertarik dan
tidak berusaha untuk mengambilnya.
2. Permasalahan
Perkembangan Intelektual Anak Usia Dini
Masalah-masalah
kebutuhan perkembangan pada anak usia dini merupakan kebutuhan yang
harus/mutlak terpenuhi sesuai dengan perkembangan, maka bagi pendidik anak usia
dini harus paham akan kebutuhan perkembangan anak usia dini sehingga dapat
menangani masalah-masalah yang timbul, baik masalah pemenuhan kebutuhan
perkembangan yang umum ataupun masalah kebutuhan perkembangan yang bersifat
khusus.
Usia dini merupakan masa
yang paling baik untuk meletakan dasar yang kokoh bagi perkembangan mental - emosional dan potensi
otak anak yang akan mempengaruhi kejiwaan anak. Teori dan penelitian
Daniel Goleman tentang kecerdasan emosi (Emotional Intelligence/EQ),
mengingatkan bahwa keberhasilan hidup manusia tidak semata-mata ditentukan oleh
kecerdasan intelektual (IQ) seperti yang dipahami sebelumnya, tetapi justru
ditentukan oleh emotional intelligence. Kecerdasan emosi ini sangat
terkait dengan belahan otak kanan.
Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa:
Keberhasilan
seseorang di masyarakat sebagian besar (80%) ditentukan oleh kecerdasan emosi(EQ).Sehingga
anak yang kurang dalam pemenuhan kebutuhan perkembangan emosi senantiasa akan
mengalami gangguan emosi dan perilaku seperti, agresif secara verbal dan/atau
fisik yang bisa membahayakan dirinya atau orang lain, menarik diri atau tidak
percaya diri, pencemas dan juga bisa hiperaktif, yang mengakibatkan kurang
perhatian dalam kegiatan disekolah secara optimal dan selalu menunjukan skala
rendah dalam pencapaian program pembelajaran yang telah ditargetkan
.Perkembangan
emosi yang dibutuhkan anak usia dini meliputi segala bentuk hubungan yang erat,
hangat dan menimbulkan rasa aman serta percaya diri sebagai dasar dari
perkembangan selanjutnya, yang ini mutlak perlu diperhatikan oleh orang tua
ataupun guru sejak dini
Penanganan
dan menganalisis kebutuhan emosi anak usia dini diperlukan deteksi dini yang
serius dan tuntas dan harus didukung oleh informasi dan pengumpulan data yang
akurat dan lengkap dari berbagai pihak mengenai diri anak mulai dari kandungan,
setelah dilahirkan sampai anak memasuki Pendidikan Anak Usia Dini serta pada
pengaturan yang diterapkan kepada anak oleh orang tua. Apabila masalah
perkembangan emosi pada anak kurang diperhatikan atau tidak dipenuhi dan tidak
segera ditangani maka akan berakibat vital terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik tingkat kecerdasan (IQ), kecerdasan emosional (EQ),
serta kecerdasan spiritual (SQ).
Tujuan
dari analisis gangguan perkembangan anak pada usia dini adalah untuk mengetahui
karakteristik, gejala-gejala yang menyebabkan timbulnya gangguan/kelainan untuk
memperkirakan kemungkinan bantuan yang akan diberikan serta melaksanakan tindak
lanjut agar anak dapat diantisipasi supaya masa yang akan datang tidak selalu
fatal.
A.
Anak Cacat
Mental
Anak cacat
mental adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata. Di
samping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang
sulit-sulit, dan yang berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak
berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk
selama-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hamper
segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti mengarang, menyimpulkan isi
bacaaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang
bersifat teoritis. Dan juga
mereka kurang/terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Anak cacat
mental banyak macamnya, ada yang disertai dengan buta warna, disertai dengan
kerdil badan, disertai dengan berkepala panjang, disertai dengan bau badan
tertentu dan sebagainya; tetapi ada pula yang tidak disertai apa-apa. Mereka
semua mempunyai persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam menyesuaikan
diri dengan lingkungan jika dibandingkan dengan teman sebayanya. Mereka
mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat cacat mental yang berbeda-beda, ada yang
ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Terdapat perbedaan antara cacat mental
dengan sakit mental, sakit jiwa, atau sakit ingatan. Dalam bahasa Inggris sakit
mental disebut mental illness yaitu
merupakan kegagalan dalam membina kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan cacat
mental dalam bahasa Inggris disebut mentally
retarded atau mental retardation
merupakan ketidakmampuan memecahkan persoalan disebabkan karena kecerdasan (inteligensinya)
kurang berkembang serta kemampuan adaptasi perilakunya terhambat. Hal ini yang
membedakan cacat mental dengan sakit jiwa ialah: Cacat mental bermula dan
berkembang pada masa perkembangan, yaitu sejak anak lahir sampai kira-kira usia
18 tahun. Sedangkan sakit jiwa dapat menyerang setiap saat, kapan saja. Namun
sekalipun sakit jiwa dan cacat mental berbeda, tidak mustahil anak cacat mental
menderita sakit jiwa.
Dari
berbagai definisi, ungkapan pengertian dan penjelasan yang telah diuraikan di
atas maka jelaslah bahwa untuk menentukan seseorang termasuk kategori cacat
mental, selain kemampuan kecerdasannya atau tingkat inteligensinya jelas-jelas
berada di bawah normal perlu pula diperhatikan kemampuaan penyesuaiannya
(adaptasi tingkah laku) terhadap lingkungan sosial dimana ia berada.
Selanjutnya perlu diperhatikan tentang waktu terjadinya cacat mental itu. Bila
cacat mental terjadi setelah masa perkembangan (setelah usia 18 tahun) maka ia
tidak tergolong cacat mental.
B.
Klasifikasi
Anak Cacat Mental
Pengelompokan
pada umumnya berdasarkan pada tarafintelegensinya, yang terdiri dari
terbelakang ringan, dan berat. Pengelompokan seperti ini sebenarnya bersifat
artificial karena ketiga kelompok di atas tidak dibatasi oleh garis demargasi
yang tajam. Gradasi dari satu level ke level berikutnya bersifat kontinyu.
Kemampuan
inteligensi anak cacat mental kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan
Skala Weschler (WISC).
1. Cacat Mental Ringan
Cacat mental
ringan disebut juga debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet,
sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat
belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Namun pada umumnya anak
cacat mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian social secara independen
dan anak ini tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti
anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik
antara anak cacat mental dengan anak normal.
2. Cacat Mental Sedang
Anak cacat
mental sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 berdasarkan
skala Binet sedangkan menurut Skala Wsechler memiliki IQ 54- 40. Anak cacat
mental sedang masih memperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak usia dini.
Walaupun agak lambat. Anak dapat mengurus atau merawat diri sendiri dengan
pelatihan yang intensif. Mereka dapat memperoleh manfaat latihan kecakapan
social dan pekerjaan namun tidak dapat menguasai kemampuan akademik seperti;
membaca, menulis, dan berhitung. Akan tetapi mereka masih dapat bepergian di
lingkungan yang sudah dikenalnya.
3. Cacat Mental Berat
Kelompok
anak cacat mental berat disebut juga idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi
antara anak cacat mental berat dan sangat berat. Cacat mental berat (severe)
memiliki IQ antara 32-20menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala
Wechsler (WISC) Anak cacat mental sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah
19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Wechsler (WISC). Anak
cacat mental berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal
berpakaian, mandi, makan, dll. Hampir semua anak cacat mental berat dan sangat
berat menyandang cacat ganda. Umpamanya sebagai tambahan cacat mental tersebut
si anak lumpuh (karena cacat otak) , tuli atau cacat lainnya.
C.
Karakteristik
Anak Cacat Mental
1. Karakteristik Anak Cacat Mental
Ringan
Anak cacat mental ringan banyak yang
lancer berbicara tetapi kurang pembendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami
kesukaran berfikir abstrak, tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran
akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus. Sebagaimana tertulis
dalam The New American Webster (1956:301)
bahwa: “Moron (debile) is a person whose
mentality does not develop beyond the 12 year old level”. Maksudnya,
kecerdasan berfikir seseorang cacat mental ringan paling tinggi sama dengan
kecerdasan anak normal usia 12 tahun.
2.
Karakteristik
Anak Cacat Mental Sedang
Anak cacat mental sedang hamper
tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada
umumnya belajar secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada
anak cacat mental ringan. Mereka hamper selalu bergantung pada perlindungan
orang lain, tetapi dapat membedakan bahaya dan yang bukan bahaya. Mereka masih
mempunyai potensi untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap
lingkungan dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti
ekonomi. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan anak
umur 7 atau 8 tahun.
3.
Karakteristik
Anak Cacat Mental Berat
Anak cacat
mental berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan slalu tergantung pada
pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri.
Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan mana yang berbahaya dan yang tidak
berbahaya, tidak mungkin berpartisifasi dengan lingkungan di sekitarnya, dan
jika sedang berbicara maka kat-kata ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan
seorang anak cacat mental berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling
tinggi seperti anak normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
Sunaryo
Kartadinata (1998/1999) mengatakan karakteristik anak cacat mental antara lain
(1) Keterbatasan inteligensi, (2) Keterbatasan social dengan ciri-ciri ;
cenderung berteman dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang
tua, tidak mampu memikul tanggung jawab. (3) Keterbatasan fungsi-fungsi mental
lainnya seperti; kurang mampu mempertimbangkan sesuatu, kurang mampu membedakan
yang baik dengan yang buruk, yang benar dan yang salah, tidak membayangkan
terlebih dahulukonsekuensi suatu perbuatan.
Guru TK
mengenali anak keterbelakangan mental melalui berbagai aktifitas selama
kegiatan, bermain, bercerita, makan, di kelas maupun di halaman sekolah atau
bagaimana cara ia berinteraksi dengan anak lain, guru, atau orang di
sekitarnya. Begitu juga interaksinya dengan lingkungan alam, alat permainannya,
dan rangsangan lain yang ada di sekitarnya.
3.
Permasalahan Perkembangan Bahasa Anak Usia Dini
Bahasa
memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan alat
komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa, seorang dapat
menyampaikan ide, pikiran, perasaan kepada orang lain, baik secara lisan atau
secra tertulis.
Tidak menutup kemungkinan akan ditemukan anak usia dini yang mengalami
kesulitan dalam berbahasa, tidak mampu memahami bahasa lisan, tidak mampu
mengutarakan isi hati dengan kaimat, berbicara tidak jelas, gagap, dsbnya.
Terkait masalah di atas berikut ini penulis mencoba membahas tentang
perkembangan bahasa pada anak usia dini.Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bahasa
merupakan alat yang penting untuk berkomunikasi bagi setiap orang. Seorang anak
akan mengembangkan kemampuan bergaul (social skill) dengan orang lain.
Penguasaan keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan
penguasaan kemampuan berbahasa. Tanpa bahasa seseorang tidak akan dapat
berkomunikasi dengan orang lain. Anak dapat mengekspresikan pikirannya menggunakan bahasa, sehingga
orang lain dapat menangkap apa yang dipikirkan oleh anak.
a.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk
memperoleh ketrampilan bahasa yang baik Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi
oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi, statsus sosial ekonomi,
jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang
mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu:
1.
Kognisi (Proses memperoleh pengetahuan )
Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat
lambatnya perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan
sebelumnya bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa
seseorang.
2.
Pola komunikasi dalam keluarga
Dalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak arah akan mempercepat
perkembangan bahasa keluarganya.
3.
Jumlah keluarga
Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa
anak lebih cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan
yang hanya memiliki anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga
inti.
4.
Posisi urutan kelahiran
Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih
cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak sulung
memiliki arah komunikasi ke bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah
komunikasi ke atas saja.
5.
Kedwibahasaan (Pemakaian dua bahasa)
Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu
atau lebih bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya
menggunakan satu bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara
bervariasi. Misalnya, di dalam rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di luar rumah
dia menggunakan bahasa Indonesia.
A. Faktor yang
mempengaruhi masalah bahasa pada anak
Menurut Syamsu Yusuf (2004)
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa
anak adalah kesehatan, intelegensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan
hubungan keluarga.
1.
Faktor
kesehatan.
Kesehatan
merupakan faktor yang
sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal
kehidupannya. Apabila anak pada usia dua tahun pertama sering mengalami
sakit-sakitan maka anak tersebut cenderung akan mengalami keterlambatan atau
kesulitan dalam perkembangan bahasa.
2.
Intelegensi.
Perkembangan
bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya, anak yang perkembangan
bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau di atas normal.
3.
Status sosial
ekonomi keluarga.
Beberapa studi
menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan
dalam perkembangan bahasanya dibanding dengan anak yang berasal dari keluarga
yang lebih baik status ekonominya, hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan
kecerdasan atau kesemoatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan
perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya.
4.
Jenis kelamin
Pada tahun
pertama tidak ada perbedaan vokalisasi antara wanita dan pria, tetapi pada usia
dua tahun anak perempuan menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari anak
laki-laki.
5.
Hubungan
keluarga.
Hubungan yang
sehat antara orang tua dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang dari orang
tuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, dan begitu sebalikya hubungan
yang tidak sehat bisa menyebabkan perkembangan bahasa anak cenderung akan
mengalami stagnasi atau kelainan, seperti gagap dalam berbicara, tidak jelas
dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takut untuk mengungkapkan pendapat, dan
berkata yang kasar atau tidak sopan.
B. Keterlambatan
dan bahaya (gangguan) di dalam perkembangan bicara pada anak.
Apabila
tingkat perkembangan bicara berada dibawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang umumnya sama yang dapat diketahui
dari ketepatan penggunaan di dalam kosa kata (bahasa) anak tersebut pada saat
bersama teman sebayanya bercakap-cakap/berbicara menggunakan kata-kata terus
dianggap muda diajak bermain dengan kata-kata. Keterlambatan berbicara tidak hanya
mempengaruhi penyesuaian akademis dan pribadi anak pengaruh yang paling serius
adalah terhadap kemampuan membaca pada awal anak masuk sekolah. Banyak penyebab
keterlambatan bicara pada anak umumnya adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang
membuat anak tidak mungkin belajar berbicara sama baiknya seperti teman-teman
sebayanya, yang kecerdasannya normal atau tinggi kurang motivasi karena anak
mengetahui bahwa mereka dapat berkomunikasi secara memadai dengan bentuk
prabicara dorongan orang tua/orang dewasa, terbatasnya kesempatan praktek
berbicara karena ketatnya batasan tentang seberapa banyak mereka diperbolehkan
berbicara dirumah.
Salah satu
penyebab tidak diragukan lagi paling umum dan paling serius adalah
ketidakmampuan mendorong/memotivasi anak berbicara, bahkan pada saat anak mulai
berceloteh. Apabila anak tidak diberikan rangsangan (stimulasi) didorong untuk
berceloteh, hal ini akan menghambat penggunaan didalam berbahasa/kosa kata yang
baik dan benar.
Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak terlihat dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada anak mereka tetapi juga menggunakan kosa kata yang lebih luas dan bervariasi, adapun kemampuan anak didalam berbicara yang berkembang sangat pesat dan cepat yaitu contohnya : anak-anak dari golongan yang lebih atau menengah yang orang tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak) belajar berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik. Sangat kurang kemungkinannya mengalami keterlambatan berbicara pada anak. Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara pada anak didik tersebut.
Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak terlihat dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada anak mereka tetapi juga menggunakan kosa kata yang lebih luas dan bervariasi, adapun kemampuan anak didalam berbicara yang berkembang sangat pesat dan cepat yaitu contohnya : anak-anak dari golongan yang lebih atau menengah yang orang tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak) belajar berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik. Sangat kurang kemungkinannya mengalami keterlambatan berbicara pada anak. Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih rendah yang orang tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara pada anak didik tersebut.
Gangguan/bahaya
didalam perkembangan bicara pada anak yaitu :
1. Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata
1. Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata
2. Lamban
mengembangkan suatu bahasa/didalam berbicara
3. Sering
kali berbicara yang tidak teratur
4. Tidak
konsentrasi didalam menerima suatu kata (bahasa) dari orang tua/guru.
Kesalahan yang umum didalam pengucapan/bahasa (berbicara) pada anak yaitu :
1.
Menghilangkan satu suku kata/lebih
biasanya terletak ditengah-tengah kata contohnya : “buttfly” padahal “butterfly”.
2.
Mengganti huruf / suku kata
seperti “ tolly ” padahal “ Dolly ”, “handakerchief” padahal “handkerchief”.
3.
Menghilangkan huruf mati yang sulit
untuk diucapkan oleh anak contohnya : z,w,s,d, dan g
4. Huruf-huruf hidup khususnya O yang paling sulit
dikatakan anak (diucapkan)
5. Singkatan gabungan huruf mati yang sulit diucapkan oleh anak contohnya : “st, sk, dr, fl, str”.
5. Singkatan gabungan huruf mati yang sulit diucapkan oleh anak contohnya : “st, sk, dr, fl, str”.
C.
Perkembangan berbicara merupakan suatu proses yang
sangat sulit dan rumit. Terdapat beberapa kendala yang sering kali dialami oleh
anak, antara lain:
1.
Anak cengeng.
Anak yang sering kali menangis
dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada fisik maupun psikis anak.
Dari segi fisik, gangguan tersebut dapai berupa kurangnya energi sehingga
secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan gangguan
psikis yang muncul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang
tuanya, atau anggota kcluarga lain. Sedangkan rcaksi sosial tcrhadap tangisan
anak biasanya bernada negatif. Oleh karena itu pcranan orang tua sangat penting
untuk menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi
yang efektif bagi
anak.
2.
Anak sulit memahami isi pembicaraan
orang lain.
Sering kali anak tidak dapat
memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota keluarga lain. Hal ini disebabkan kurangnya perbendaharaan
kata pada anak. Di samping itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara
sangat cepat dengan mempergunakan kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi
keluarga yang mcnggunakan dua bahasa (bilingual) anak akan. lebih banyak
mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan orang tuanya atau saudaranya
yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua hendaknya selalu berusaha mencari
penyebab kesulitan anak dalam memahami pembicaraan tersebut agar dapat
memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan salah
mengintepretasikan suatu pembicaraan.
a.
Bahasa anak dapat berkembang cepat, jika :
1.
Anak berada di dalam lingkungan yang positif dan bebas dari tekanan.
Lingkungan yang kaya bahasa akan menstimulasi perkembangan bahasa anak.
Stimulasi tersebut akan optimal jika anak tidak merasa tertekan. Anak
yang tertekan dapat menghambat kemampuan bicaranya. Dapat ditemukan anak gagap
yang disebabkan karena tekanan dari lingkungannya.
2.
Menunjukkan
sikap dan minat yang tulus pada anak.
Anak usia dini emosinya masih kuat. Karena itu pendidik harus menunjukkan
minat dan perhatian tinggi kepada anak. Orang dewasa
perlu merespon anak dengan tulus.
3.
Menyampaikan
pesan verbal diikuti dengan pesan non verbal.
Dalam bercakap-cakap dengan anak, orang dewasa perlu menunjukkan ekspresi
yang sesuai dengan ucapannya. Perlu diikuti gerakan, mimik muka, dan
intonasi yang sesuai.Misalnya : orang dewasa berkata,”saya senang” maka
perlu dikatakan dengan ekspresi muka senang, sehingga anak mengetahui seperti
apa kata senang itu sesungguhnya.
4.
Melibatkan anak
dalam komunikasi.
Orang dewasa perlu melibatkan anak untuk ikut membangun komunikasi. Kita
menghargai ide-idenya dan memberikan respon yang baik terhadap bahasa anak.
4.
Perkembangan
Sosial-Emosional Anak Usia Dini
Dalam
periode pra sekolah, anak mampu mengembangkan diri dengan berbagai orang dari
berbagai tatanan, yaitu keluarga, sekolah dan teman sebaya. Perkembangan sosial
biasanya dimaksudkan, sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan
diri dengan aturan- aturan yang berlaku di dalam masyarakat dimana anak berada.
Perkembangan
sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon
lingkungan terhadap anak, pada usia dua tahun anak- anak mulai memantapkan
identitas dirinya dan selalu ingin menunjukan kemauan dan kemampuannya dengan
berbagai pertanyaan. Tidak jarang pada saat tersebut anak- anak dinilai sebagai
anak keras kepala.
Di usia ini anak
mengalami banyak perubahan baik fisik dan mental, dengan karakteristik sebagai berikut:
a. Berkembangnya konsep diri, secara perlahan
pemahamannya tentang kehidupan berkembang. Anak mulai menyadari bahwa dirinya,
identitasnya karena kesadarannya itu menunjukan “Akunya” (eksitensi diri).
Segalanya ingin ia coba, ia merasa dirinya bisa.
b. Munculnya egosentris, diusia ini anak berfikir bahwa segala yang
ada dan tersedia adalah untuk dirinya, semuanya ada untuk memenuhi
kebutuhannya. Kuatnya egosentris ini mempengaruhi perilaku anak dalam bermain,
saat bermain anak enggan untuk meminjamkan mainannya pada anak lain juga
menolak mengembalikan mainan pinjamannya. Wajarlah jika saat seperti ini terjadi
konflik dengan temannya. Pada saat mengalami konflik ini anak belum bisa
menyelesaikannya secara efektif, ia cenderung menghindar dan menyalahkan orang
lain.
c. Rasa ingin tahu yang tinggi, rasa ingin tahu meliputi berbagai
hal termasuk seksual sehingga ia selalu bereksplorasi dalam apapun dimanapun.
d. Imajinasi yang tinggi, imajinasi yang tinggi di usia ini sangat
mendominasi setiap perilakunya, sehingga anak sulit membedakan mana khayalan
mana kenyataan. Ia kadang suka melebih- lebihkan cerita. Daya imajinasi ini
biasanya melahirkan teman imajiner (teman yang tidak pernah ada), teman
khayalan ini mampu mencurahkan segala pengalaman dan perasaannya.
e. Belajar menimbang rasa, Diusia 4 tahun minat meniru terhadap
teman- temannya mulai berkembang, anak mulai bisa terlibat dalam permainan
kelompok bersama teman- temannya walaupun kerap terjadi pertengkaran. Hal ini
karena ia masih memikirkan dirinya sendiri. Empati anak mulai berkembang, ia
mulai merasakan apa yang sedang orang lain rasakan. Jika melihat ibunya
bersedih ia akan mendekati, memeluk dan membawa sesuatu yang dapat menghibur.
pada masa ini anak mulai belajar konsep benar salah.
f. Munculnya control internal, Kontrol internal muncul di akhir masa
usia pra sekolah, perasaan malu mulai muncul ia akan merasa malu dan bersalah
jika ia melakukan perbuatan yang salah. Dengan demikian tepatnya diusia 5 tahun
ia sudah siap terjun kelingkungan di luar rumah dan sudah sanggup menyesuaikan
diri dengan standar perilaku yang di harapkan.
g. Belajar dari lingkungan, Anak mulai meniru apa yang sering
dilakukannya ia belajar mengidentifikasi dirinya dengan model yang dilihatnya
misalnya ia akan berperilaku sama persis seperti apa yang di lihatnya di TV dan
ia pun akan bercita- cita sama seperti profesi orang tuanya. Jadi di usia ini
lingkunganlah yang sangat berperan dalam membentuk perilakunya.
h. Berkembangnya cara berfikir, Anak mulai mengembangkan
pemahamannya tentang hubungan benda antara bagian dan keseluruhan. Pemahaman
konsep waktu belum berkembang sempurna anak belum bisa membedakan antara tadi
pagi dan kemarin sore.
i. Berkembangnya kemampuan berbahasa, dibidang masa sebelumnya anak
lebih bisa diajak berkomunikasi, ia mulai mengungkapkan keinginannya dengan
bahasa verbal, namun kadang- kadang ia ingin bereksperimen dengan kata- kata
yang kotor atau yang mengejutkan orang tuanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar