Eri
Setiawan
Rinduku memeluk tanah desa
Kepada padi yang saling bersahabat
Digerumutinya burungburung yang matanya begitu buas
Lebih buas dari burung hantu yang tertembak
semalaman
Namun mereka tak pernah menangis
Aku ingin pulang ibu
Aku tak peduli gedunggedung yang ramah
Aku lebih tak peduli pada lakilaki gagah
Yang membuatkanku kopi setiap malam
Tapi senyumnya beringas
Aku sakit , semakin sakit ibu
Di kota ini semua orang tertawa
Setiap melihat manusia terpeleset lalu jatuh
Dimakannya lahaplahap kemudian ditinggalkan
Ketika sudah menangis
Aku sungguh ingin pulang ibu
Lampulampu di pinggir jalan di kota ini
Seperti ingin memakanku
Atau melukaiku dengan kekuatan cahayanya
Meskipun mereka diam
Pejalan kaki sepertinya harus mati
Mereka boleh jalan tapi sepertinya
Harus memakai satu jari kaki
Memilukan
O betapa kerasnya kota ini ibu
Mereka seperti hantu yang bertaring begitu runcing
Memasuki rumah menghisap darah para pembantu
Aku harus pulang
Sebelum mataku sebelah terluka
Telingaku tertidur pulas
Sebelum mereka menghisap darahku yang masih segar
Purwokerto, 27 Oktober 2012
Bukit
Rindu
Aku pandangi laut dari bukit rindu
Di mana kau berenang bersama ribuan gurita
Yang kukirimkan dari bukit lewat sungai yang juga
membelah hati
O sayang,
Aku menyaksikan tubuhmu terseret ombak
Yang tak lagi menjadi biru
Sampai ke tubuh pasir
Sementara ribuan gurita terdampar di tempat lain
Aku membanjiri sungai
Dan kau diam menutup mata
Hingga ombak kembali membawamu
Dan tenggelam menyisakan kata rindu
Yang kurasakan dari sentuhan angit laut
Yang telah sampai ke bukit
Purwokerto, 23 Ok 2012
Sajak
Di Ujung Hari
Haruskah
kutuliskan cinta pada pohon-pohon yang diam
sementara seribu rayap mungil mengintai di balik
pelepahpelepahnya
Haruskah kutuliskan cinta pada pasirpasir kecil yang
masih halus
Sementara seratus ombak bangkit dari ketidurannya
Padahal cinta adalah seribu nyawa yang bersatu padu
Dalam dua air mata yang langit
Haruskah kutuliskan cinta pada selembar kertas yang
tak cukup kusam
sementara tariantarian angin siap membawanya kepada
air dan api yang jalang
Padahal cinta adalah satu kata yang kutulis dengan
tinta hati yang paling rembulan
Dalam janji yang kutabur lewat cahaya
Kau dan aku
Adalah cinta dalam sajak di ujung hari
Yang berenang di tengah laut malam
Purwokerto, 2012
Puisi
Isyarat
Di atas bunga mawar kutuangkan segala cinta
Yang terbungkus sekian lama
Dalam kalbu
Pada kupukupu dan lebah
Kuberikan seucap salam perdamaian
Dan pada semut kuberikan secangkir
Yang kuletakkan di tubuh daun
Namun kau masih saja sunyi
Pada temboktembok malam
Tanpa kau tulis sepenggal puisi isyarat
Purwokerto,2012
Aku
adalah Lilin.
Aku adalah lilin.
Kecil tuk lenyapkan malam di ujung batinmu.
Secercah asa kau layangkan pada bayu dan kau menuju
krista.
Kau ulang detik dan kuawali detik dari detik yang
sama.
Kucopot malam tuk kutaburkan pagi pada dinding
gelisah.
namun kau daun yang tertiup angin.
Tanpa kau tengok lelehan penegak batang putih.
Dengan sendalu nafasku yang naik ke atas tebing,
Kini menjadi cahaya yang berasap keringat.
Hingga kuredup,seredup akhir enam.
Purwokerto, 09 Juni 2012
Sepenggal
kisah cinta
Kuingin bernyanyi
Semerdu burung di sore ini
Tapi kau halangi
Hati yang telah kau beli ini
dengan lidah yang manis,
perlahan luka
dan aku hanya dapat berkata :
kau cantik, secantik duri yang tajam.
Purwokerto,11-09-2012
Tenggelam
Sendiri
Kau panggil gelombang pasang
Di tengah lautan malam
Lepaskan tanganku
Tanpa tenggelamkan tubuh
Dalam permainan
Tapi aku telah tenggelam sendiri
Sebelum kau kirim gelombang pasang
Sementara kau berlari
Mencari ikan-ikan yang lebih jantan di sekitar tepi
Tanpa memanggilku
Purwokerto, 01 Juni 2012
FRAGMEN
Cinta Pudar
I
Aku tak menjadi embun pada pagi ini
Sebab daun tak mengizinkan kuterbaring
Di atas hijau tubuhnya
Tuk memeluk kasih pada setiap garis ketulusan
II
Aku diserang nafas malam
Seperti terikat pada tali
Yang dipenuhi duri
Meski pagi sudah memutihkan tubuh
Purwokerto, 25 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar